Kamis, 14 Mei 2009

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF



A. TEMA
Pendidikan

B. JUDUL
Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

C. LATAR BELAKANG MASALAH
Para tokoh pendidikan menyakini bahwa pendidikan bukan hanya untuk menciptakan para teknokrat dengan keahlian tinggi tetapi lebih dari itu, menunmbuhkan manusia-manusia terpelajar yang mau dan mampu memperjuangkan keadilan dalam kehidupan bersama yang membahagiakan. Inilah proses perubahan social menuju masyarakat dan dunia yang lebih baik. Pendidikan adalah instrumen untuk mencapai idealisme tersebut. Dengan demikian, pendidikan menemukan relevansinya sebagai kunci perubahan sosial. Maka pendidikan harus berhasil menumbuhkembangkan pribadi dan karakter siswa, sehingga dikemudian hari mereka siap menjadi pelaku perubahan-perubahan social yang tangguh. Keyakinan ini harus diwujudkan karena pendidikan berperan penting dalam upaya membangun kehidupan bersama yang diwarnai persaudaraan sejati, keadilan, solidaritas, dan bertanggungjawab.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:
I. Bagaimana penerapan model Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam meningkatkan mutu pendidikan?
II. Pengaruh penerapan model Paradigma Pedagogi reflektif dalam meningkatkan mutu pendidikan?

E. PEMBAHASAN
Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan polapikir (paradigma=polapikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kemanusiaan (pedagogi reflektif = pendidikan kemanusiaan). Polapikirnya: dalam membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut.
Melalui dinamika polapikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri (bukan hanya mendapat informasi karma diberitahu). Melalui refleksi diharapkan siswa yakin sendiri (bukan karena patuh pada tradisi atau peraturan). Melalui aksi, siswa berbuat dari kemauannya sendiri (bukan karena ikut-ikutan atau takut sanksi). Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa nantinya memiliki komitmen untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dan lebih menjamin kesejahteraan umum.
Sampai sekarang pengalaman yang diberikan adalah pengalaman persaudaraan yang disampaikan berdasarkan kerjasama kelompok. Tujuannya, menumbuhkembangkan persaudaraan, solidaritas antarteman, dan saling menghargai yang merupakan aspek-aspek kemanusiaan. Langkah tersebut dipilih karena PPR berdasarkan kerja sama kelompok lebih mudah dipahami oleh guru-guru, lebih mudah dilaksanakan, dan lebih cepat tampak hasilnya. Pelaksanaan PPR memang masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Pelaksanaan pengembangan PPR terletak pada dasar dan tujuannya. Landasannya antara lain adalah materi pembelajarannya dan tujuannya adalah kemanusiaan yang lebih luas daripada sekadar persaudaraan.

1. Tata Cara Pelaksanaan PPR
Tiga unsure utama PPR adalah pengalaman, refleksi, dan aksi. Unsure yang belum disebutkan adalah konteks dan evaluasi. Gambaran pembinaan siswa melalui PPR untuk membentuk budaya alternative secara singkat adalah sebagai berikut:

KONTEKS
refleksi: memperdalam pemahaman, mencari makna kemanusiaan, kemasyarakatan. menyadari motivasi, dorongan, keyakinan.

aksi: memutuskan untuk bersikap, berniat, berbuat. perbuatan konkret.

evaluasi: evaluasi ranah intelektual. evaluasi perubahan pola pikir, sikap, perilaku siswa.

pengalaman: mempelajari sendiri, latihan kegiatan sendiri (lawan ceramah). tanggapan efektif terhadap yang dilakukan, latihan dari yang dipelajari.

1) Konteks
Konteks untuk menumbuhkembangkan pendidikan antara lain sebagai berikut:
Pertama, wacana tentang nilai-nilai yang akan di kembangkankan agar semua angota komunitas, guru, dan siswa menyadari bahwa yang menjadi landasan pengembangan bukan aturan, perintah, atau sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai kemanusiaan. Guru (fasilitator) perlu menyemangati mereka agar memiliki nilai seperti: persaudaraan, solidaritas, penghargaan terhadap sesame, tanggung jawab, kerja keras, kepentingan bersama, cinta lingkungan hidup, dan nilai-nilai yang semacam itu. Diharapkan semua anggota komunitas berbicara mengenai nilai-nilai.
Kedua, contoh-contoh penghayatan seperti nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh dari pohak guru. Kalau itu ada maka siswa akan cenderung untuk melihat, bersikap, dan berperilaku sesuai dengan nilai yang dihayatinya.
Ketiga, hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog yang saling terbuka antara guru dan siswa. Setiap orang dihargai, ditunjukan kebaikannya, ditantang untuk melakukan yang benar dan baik. Idealnya, sekolah merupakan tempat bagi anak untuk belajar saling membantu, bekerjasama dengan semangat untuk menyatakan secara konkrit melalui perkataan dan perbuatan yang didasarkan pada idealisme bersama.
2) Pengalaman
Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan saling membantu adalah pengalaman bekerjasama dalam kelompok kecil yang “direkayasa” sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah dan sopan, tenggang rasa, dan akrab.
Sering kali tidak mungkin guru (fasilitator) menyediakan pengalaman langsung mengenai nilai-nilai yang lain. Untuk itu siswa difasilitasi dengan pengalaman yang tidak langsung. Pengalaman yang tidak langsung diciptakan misalnya dengan membaca dan/atau mempelajari suatu kejadiaan. Selanjutnya guru (fasilitator) memberi sugesti agar siswa mempergunakan imajinasi mereka, mendengar cerita dari guru, melihat gambar sambil berimajinasi, bermain peran, atau melihat tayangan film/video.
Misalnya, ketika guru mengajar tentang energi (IPA) dan sekaligus ingin memberi siswa pengalaman tentang ketidakadilan. Siswa bisa diajak melihat ganbar dan membaca cerita tentang orang-orang yang bekerja ditambang batubara dan tinggal di gubuk-gubuk kumuh. Guru juga bisa mengajak mereka membayangkan keadaan pekerja-pekerja itu bersama dengan keluarga dan anak-anak mereka. Banyakorang diuntungkan dan hidup nyaman dari hasil tambang itu. Namun, para pekerja yang menghasilkan batubara tetap hidup menderita, hidup susah, dan miskin. Dengan cara demikian, siswa difasilitasi dengan pengalaman untuk mempelajari ilmu sekaligus “melihat” sendiri ketidakadilan itu. Siswa dapat mengalami sendiri (meskipun secara tidak langsung) dan memperoleh pengalaman mengenai ketidakadilan, bukan mendapat informasi tentang ketidakadilan.
3) Refleksi
Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk merefleksikan. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang divergen (menyebar) agar siswa secara otentik dapat memahami, mendalami, dan menyakini temuannya. Siswa dapat diajak untuk diam dan hening untuk meresapi apa yang baru saja dibicarakan. Melalui refleksi, siswa menyakini makna nilai yang terkandung dalam pengalamannya. Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalamannya itu.
4) Aksi
Guru memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Dengan membangun niat dan berperilaku dari kemauannya sendiri, siswa membentuk pribadinya agar nantinya (lama-kelamaan) menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya.
5) Evaluasi
Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari sis akademik. Ini adalah hal wajar dan merupakan keharusan. Sekolah memang dibangun untuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang studi yang dipelajarinya. Namun guru/sekolah juga perlu mengevaluasi apakah ada perkembangan pada pribadi siswa.

2. Pengembangan Pendidkan Melalui PPR
1) Budaya antikorupsi, antikekerasan, dan antiperusakan linkungan.
Kita dapat mencermati upaya menumbuhkan budaya ini satu per satu, misalnya sebagai berikut:
 Antikorupsi≈antinyontek.
Antikorupsi dapat diberikan dengan mengembangkan budaya antinyontek dengan strategi sebagai berikut:
• Diciptakan suasana atau wacana (sebagai konteks) bahwa lebih baik bekerja sendiri daripada nyontek: “bangga dengan pekerjaan sendiri”,”jujur”,”bertanggungjawab terhadap masa depan”…..
• Bila ada siswa kedapatan nyontek, guru jangan memarahinya tetapi mengajak untuk merefleksi.
• Dengan metode kerjasama kelompok, siswa diajak untuk bekerjakeras sehingga tumbuh rasa percaya diri, mampu mengikuti pelajaran dan yakin.
• Diadakan tes tanpa pengawasan atau tanpa pengawasan yang ketat.
• Diadakan refleksi dan aksi (mengenai nyotek).
 Antikekerasan≈persaudaraan, solidaritas dan, saling menghargai.
Konteksnya adalah wacana penghargaan dan pentingnya persaudaraan. Komunitas harus memberikan contohcontoh teladan seperti persaudaraan antar guru, antar guru dan siswa, dan antar siswa. Pengalaman persaudaraan diperoleh dari kerjasama dalam belajar, dengan menumbuhkan komunikasi dan interaksi yang intensif, akrab, saling membantu, dan saling memuji. Cara pengembangan persaudaraan, solidaritas, dan saling menghargai sebaiknya dilaksanakan disekolah. Pengalaman itu direfleksi dan ditanggapi dengan aksi, selanjutnya seluruh proses di evaluasi.
 Antiperusakan lingkungan≈mencintai lingkungan hidup.
Konteks mencintai lingkungan dikembangkan dengan wacana cinta lingkungan (bukan aturan atau sanksi):”mengatur kelas dengan rapi karena mencintai kelas yang nyaman dan indah”……pengalaman untuk mengembangkan cinta lingkungan dapat diperoleh dari prakti-praktik disekolah misalnya bersihkan kelas, membuat kelas bersih, nyaman, dan indah, atau memelihara kebun didepan kelas masing-masing. Jika perlu bisa ditambahkan dengan lomba kebersihan namun praktik tersebut perlu dilandasi dengan wacana cinta lingkungan.

2) Sikap kemanusiaan kritis.
Pendidikan perlu mengembangkan siswa-siswanya tidak hanya pandai secara akademik, tetapi menjadi cerdas (bukan hanya pandai dalam bidang studi). Cerdas yang dimaksud adalah cerdas dalam bersikap, memutuskan, memilih, menilai, dan bertindak. Dengan kata lain cerdas adalah sikap kemanusiaan yang kritis.
Dengan bimbingan guru, siswa diajak untuk membahas masalah-masalah atau kejadia-kejadian yang dipaparkan dalam media massa untuk membentuk pendapat dan sikap kritis berdasarkan kaidah dan etika yang telah dipelajari. Berlandaskan sikap, keyakinan, nilai kemanusiaan/budaya alternative tersebut, siswa dilatih untuk menjadi cerdas. Dengan menyikapi dan menghayati nilai/budaya alternatif sebagai landasannya, siswa dilatih untuk membahas masalah actual kemasyarakatan secara kritis.
3) Religiositas terbuka.
Religiositas telah menjadi pembelajaran wajib di sekolah. Agar pelajaran religiositas berdaya guna dalam mengembangkan sikap atau cara berpikir kritis, siswa tidak boleh hanya menerima (pasif). Materi ajar sebaiknya diberikan sebagai suatu pertanyaan atau masalah, sehingga pembelajaran bagi siswa menjadi praktik berpikir dan bekerja secara aktif. Dengan adanya berbagai masalah yang dijadikan tantangan, siswa aktif bernalar, bereksplorasi, dan berkreasi.
Melalui pembelajaran regiositas siswa dibantu untuk memahami dan menghayati nilai-nilai kehidupan dan nilai-nilai keagamaan.
4) Penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian.
Sangat diperlukan kemampuan penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian dalam belajarbaik bagi mereka yang akan sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun mereka yang Karena hambatan financial tidak mampu sampai ke jenjang yang lebih tinggi.
Untuk mengembangkan penalaran, materi pelajaran dikemas dan disampaikan kepada siswa sebagai masalah yang harus dipecahkan. Pertama-tama siswa harus merumuskan masalahnya, mencari data-data yang diperlukan, mencari solusinya, dan menguji apakah solusi tersebut tepat atau tidak. Dengan demikian siswa “dipaksa” bernalar, mencari jalan keluar, mencari data-data (eksplorasi), mengutak-atik solusi, dan mencari cara untuk mengujinya (kreativitas).
5) Kemahiran berbicara.
Sebagai calon pejuang, siswa diharapkan mampu memimpin. Uuntuk itu, siswa diharapkan mampu berbicara logis, runtut, menarik, dan berisi dalam bahasa yang baik dan benar. Kemampuan ini diharapkan terus berkembang sehingga siswa-siswi akan selalu berkembang dalam kepemimpinan selama studi dijenjang pendidikan yang lebih tinggi dan diharapkan tetap mempunyai komitmen dan keterampilan yang cukup untuk memperjuangkan perubahan sosial.

3. pembelajaran berpola PPR
pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa. Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan ditumbuhkembangkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi. Proses pembelajaran ini dikawal dengan evaluasi.
Secara praktis pembelajaran yang berpola PPR dapat dibandingkan dengan Rencana Pembelajaran (RP) berpola KBK atau KTSP sebagai berikut.


RP berpola KBK atau KTSP

Sekolah :…………………
Mata pelajaran :…………………
Kelas/semester :…………………
Materi pokok :…………………
Waktu :…………………
1. Standar kompetensi :…………………
2. Kompetensi dasar :…………………
3. Materi pembelajaran :…………………

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

4. Strategi pembelajaran/ scenario:
a. Pendahuluan :…………………

b. Kegiatan inti :…………………
• Mengolah materi pembelajaran
• Latihan soal
• Evaluasi dan pembahasannya
c. Penutup :…………………
5. Media pembelajaran :…………………
6. Life Skill :…………………
7. Penilaian :
a. Hasil :…………………
b. Proses :…………………
8. Sumber bahan :…………………


RP berpola PPR

Sekolah :…………………
Mata pelajaran :…………………
Kelas/semester :…………………
Materi pokok : sesuaikan
Waktu : dengan
1. Standar kompetensi : konteks
2. Kompetensi dasar : siswa
3. Materi pembelajaran :…………………
Nilai kemanusiaan :…………………
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4. Strategi pembelajaran/ scenario:
a. Introduksi agar :
• Siswa mengerti bahan pelajaran
• Siswa mau berpartisipasi dalam menumbuhkan persaudaraan
b. Kegiatan inti :
• Mengolah materi pembelajarn
• Latihan soal : kerja sama sekaligus
Pengalaman persaudaraan
• Evaluasi dan pembahasaanya
• Refleksi
• Aksi
c. Penutup :…………………
5. Media pembelajaran :…………………
6. Life Skill :…………………
7. Penilaian :
c. Hasil :…………………
d. Proses :…………………
8. Sumber bahan :…………………
9. Evaluasi PPR : dampak pada siswa, guru, dan orang tua.

Dari skema RPP di atas, jelas bahwa pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran biasa yang bisa mengikuti kurikulum 1994 (KBK) atau kurikulum 2006 (KTSP) dengan modifikasi sekedarnya. Pembelajaran berpola PPR tidak menuntut kurikulum baru, mata pelajaran baru, tidak juga menuntut jam pelajaran tambahan.
Dalam RPP yang lazim seperti di atas, empat butir pertama yang tanpa nomor boleh dikatakan memberi gambaran konteks umum: konteks sekolah, konteks kurikulum, konteks waktu, konteks materi pokok. Butir 1 sampai dengan 3 memuat arah pembelajaran dan materi. Butir 5 memberikan gambaran urutan dan tahap-tahap pembelajaran. Butir-butir selanjutnya merupakan persiapan kebutuhan fisik dan tindak lanjut.
Modifikasi pembelajaran biasa dapat menjadi pembelajaran berpola PPR:
 Menyesuaikan kompetensi dan materi dengan kemampuan siswa. Memperhatikan dan memperhitungkan konteks siswa merupakan syarat dalam keberhasilan pembelajaran berpola PPR.
 Menggunakan metode kerja sama dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi dengan beberapa seperangkat tata cara bekerja sama sehingga kerja sama menjadi latihan atau pengalaman bersaudara, saling bertanggung jawab, dan saling menghargai.
 Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa merefleksikan pengalamannya, sehingga ia menyadari sendiri mutu, manfaat, dan makna persaudaraan.
 Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa ber-aksi: siswa berniat dan berbuat dari kemauannya sendiri.
 Evaluasi dilakukan berkaitan dengan dampak pada sikap dan perilaku siswa,dampak pada kelas dan komunitas sekolah, serta dampak pada keluarga dan orang tua siswa.
Hal berikut yang perlu diperhatikan adalah menentukan tata cara kerja sama, pertanyaan reflektif, dan pertanyaan aksi yang dapat memfasilitasi proses PPR. Agar kerjasama kelompok sungguh-sungguh menghasilkan pengalaman persaudaraan, perlu ada rambu-rambu bagi guru yang membimbing kelompok maupun siswa yang harus membangun kerja sama, misalnya sebagai berikut
a Membentuk kelompok
 Dibentuk kelompok dengan siswa yang heterogen menurut jenis kelamin, kecerdasan, etnis, budaya.
 Kadang-kadang dibentuk kelompok menurut tingkat kecerdasan, agar ada kesempatan bagi siswa yang sama-sama cerdas bersaing (secara positif) untuk menunjukkan potensi mereka.
b Mengatur tempat duduk
 Siswa anggota kelompok duduk membentuk lingkaran bulat (bukan lonjong).
 Siswa duduk berdekatan.
c Memulai kerja sama
 Sebelum memulai kerja sama siswa harus konsentrasi. Untuk itu siswa dipersilahkan dududk tenang, kemudian hening sejenak dan berkonsentrasi.
 Untuk menciptakan suasana santai dan akrab, sebelum berbicara siswa saling berjabat tangan.
d Melaksanakan kerja sama
 Semua siswa anggota kelompok harus mendapat atau diberi giliran/ kesempatan untuk berbicara.
 Selama ada yang berbicara, siswa lain mendengarkan dengan baik dan tidak ada yang boleh berbicara sendiri.
 Tidak ada siswa yang boleh mendominasi pembicaraan, menyuruh-nyuruh, atau menguasai kelompok.
 Tidak boleh melecehkan siswa lain dengan perkataan, perbuatan, atau sikap badan.
e Mengakhiri kerja sama
 Saling berterima kasih
 Berkonsentrasi beberapa saat
 Berjabat tangan
4. kelebihan-kelebihan PPR
a Murah meriah
Dalam praktik, pembelajaran PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang diajarkan, maka tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus, kecuali yang dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan. Penerapan dinamika koteks, pengalaman, refleksi aksi, evaluasi dalam belajar dengan kerja sama kelompok dapat diterapkan dalam semua bidang studi tanpa menambaha sarana maupun prasarana. Hal khusus yang diperlukan hanyalah cara pandang baru dalam pembelajaran.
b Segala kurikulum
PPR dapat diterapkan dalam semua kurikulum: KTSP, KBK, kurikulum 1994, bahkan pada kurikulum manapun. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.
Secara ringkas keuntungan-keuntungan menerapkan PPR di sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Dari segi integrasi:
a Pembelajaran berpola PPR murah
b Tidak terhambat kurikulum baru, para pengawas, atau diknas.
c Mengajarkan dan melatihkan nilai-nilai kemanusiaan 42 jam per minggu
2) Dari segi pengalaman, refleksi dan aksi:
a Tidak perlu banyak aturan, banyak sanksi, dan macam-macam pemaksaan seperti yang lazim di sekolah.
b Pendidikan yang otentik
3) Dari segi pendidikan kemanusiaan
a Ciri khas kemanusiaan dapat diwujudkan dalam kegiatan kelas sehari-hari.
b Mejadikan keunggulan sekolah yang tidak dapat diungguli sekolah lain.


F. PENUTUP
1. Kesimpulan
PPR (Paradigma Pedagogi reflektif) merupakan pola pikir (paradigma) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi manusiawi (pedagogi reflektif ≈ pendidikan kemanusiaan). Sebagaimana telah disampaikan di atas, yang dimaksud dengan pribadi manusiawi adalah pribadi yang berani berbuat konkret dalam mengupayakan tata kehidupan bersama, yang ditandai dengan ditegakkannya kebenaran, diwujudkannya keadilan, dan dihadirkannya damai sejahtera bagi manusia dan alam dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Saran
Guru perlu memfasilitasi proses dengan seperamngkat tata cara membangun kerjasama, proses ini sekaligus akan menjadi latihan bagi siswa untuk mengalami kebersamaan, persaudaraan, kesadaran untuk bertanggungjawab, dan kesediaan untuk saling menghargai. Guru juga perlu memfasilitasi siswa agar merefleksikan pengalamannya itu sehingga mereka menyadari manfaat dan maknanya.


G. DAFTAR PUSTAKA

Tim Redaksi Kanisius. 2008. “Paradigma Pedagogi reflektif”. Yogyakarta: kanisius.

Depdiknas, Kurikulum KBK 2004. Jakarta, 2004.

Depdiknas, Kurikulum KTSP 2006. Jakarta, 2006.

Senin, 04 Mei 2009

STRATEGI PEMBELAJARAN INQUIRY


MAKALAH
STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI





OKTOBERTO NOVIANTO
061 644 004


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2009



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya semata makalah yang berjudul Model Pembelajaran Inovatif (Strategi Pembelajaran Inkuiri) dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidkan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntun untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis akan tetapi mereka miskin aplikasi. Asas kedua dari pembelajaran CTL adalah inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses bepikir secara sistimatis. Oleh karna itu, diharapkan peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam menyempurnakan makalah ini.



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Landasan Teori
C. Tujuan dan Alasan Penggunaan SPI
D. Karakteristik SPI
E. Prinsip-prnsip Penggunaan SPI
F. Langkah-langkah SPI
G. Keunggulan dan Kelemahan SPI
H. Metode yang digunakan SPI

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Strategi adalah taktik atau langkah-langkah yang dilakukan secara sistematis dalam pendidikan. Strategi pembelajaran inkuiri adalah taktik atau langkah-langkah yang dilakukan seorang guru secara sistematis dalam melaksanakan proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar bukan hanya sekedar mendengar dan mencatat tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
 Membantu para guru untuk lebih memahami penerapan strategi pembelajaran inkuiri.
 Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih strategi yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.
 Membantu siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional maupun pribadinya.
 Melatih siswa untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendirimateri yang harus dipahaminya. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri, secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
 Merumuskan masalah
 Mengajukan hipotesis
 Mengumpulkan data
 Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
 Membuat kesimpulan

B. Landasan Teori
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini belajar pada hakikatnya adalah proses mental (intelektual) dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Aliran belajar kognitif ini melahirkan tiga teori yang menjadi landasan SPI antara lain:
1. Teori belajar Gestalt
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan perilaku disebabkan karna adanya insight dalam diri siswa, dengan demikian tugas guru adalah menyediakan lingkungan yang dapat mengembangkan insight itu sendiri.

2. Teori Medan (oleh Kurt Lewin)
Teori ini menekankan bahwa belajar itu pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kognitif dan menekankan akan pentingnya hadiah dan kesuksesan sebagai faktor yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Teori Belajar Konstruktivistik (oleh Piaget)
Teori ini menekankan bahwa pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema itu secara terus-menerus diperbaharui dan diubah melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (pengembangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian tugas guru adalah mendorong siswa untuk mengembangkan skema yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi tersebut.

C. Tujuan dan Alasan Penggunaan SPI
1. Tujuan SPI
Tujuan utama SPI adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan ketrampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapat jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Tujuan SPI secara terperinci adalah sebagai berikut:
 Meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya.
 Mengurangi ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya.
 Melath siswa menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya.
 Memberikan pengalaman belajar seumur hidup.

2. Alasan penggunaan SPI
Adapun alasan yang digunakan oleh guru dalam penerapan SPI adalah sebagai berikut:
 Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
 Informasi yang diperoleh siswa akan lebih baik apabila diikuti dengan buktu-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

D. Karakteristik SPI
Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik strategi pembelajaran inkuiri:
 Menekankan pada aktvfitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai objek didik.
 Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakansehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief)
 Tujuan dari SPI adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

E. Prinsip-prinsip Penggunaan SPI
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru dalam penggunaan SPI adalah:
 Berorientasi pada perkembangan intelektual
Tujuan dari SPI adalah perkembangan berpikir, dengan demikian strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, criteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan SPI bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu (yang dapat ditemukan)
 Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan interaksi antar siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai pengajar tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bias mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
 Prinsip bertanya
Peran guru dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir, guru perlu menguasai berbagai jenis dan teknik bertanya. Apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, untuk melacak, untuk mengembangkan kemampuan atau untuk menguji.
 Prinsip bertanya untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta akan tetapi belajar adalah proses berpikir yakni proses mengembangkan seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Anak dituntut untuk belajar berpikir logis dan rasional dengan memasukan unsure-unsur yang mempengaruhi emosi yaitu unsure estetika melalui pross belajar yang menyenangkan.
 Prinsip keterbukaan
Belajar adalah proses mencoba berbagai kemungkinan, segala sesuatu mungkin bisa terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberi kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
F. Langkah-langkah SPI
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran yaitu guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi adalah:
 Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.
 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar, hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu masalah atau persoalan yang mengandung teka-teki. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji karena masalah itu tentu ada jawabannya dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya pengembangan mental melalui proses berpikir.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah diantaranya:
 Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memilki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Seorang guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari.
 Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti, artinya guru perlu mendorong siswa agar dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban yang sebenarnya sudah ada tinggal siswa mencari dan menemukan jawabannya dengan pasti.
 Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui oleh siswa artinya sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.
3. merumuskan hipotesis
hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji dan perlu diuji kebenarannya. Potensi berpikir siswa dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau menduga-duga (berhipotesis) dari suatu masalah. Untuk mengembangkan kemampuan menebak pada diri anak, guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan yang mendorong siswa untuk merumuskan jawaban sementara (hipotesis). Perkiraan sebagian hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh yang bersifat rasional dan logis.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menyaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Mengumpulkan data merupakan proses yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Selain memerlukan motivasi yang kuat dalam proses ini juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir. Tugas dan peran guru yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan, penggunaan SPI terkadang macet apabila siswa tidak apresiatif (ketidakgairahan dalam belajar).
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan, menguji hipotesis berarti juga mengembangkan kemampuan berpikir rasional yaitu kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukan pada siswa data mana yang relevan.

G. Keunggulan dan Kelemahan SPI
1. Keunggulan
SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
 SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
 SPi dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
 SPi merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
 SPi dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan baik tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah didalam belajar.
2. Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan diantaranya:
 Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
 Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang ditentukan.
 Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran maka SPi akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

H. Metode yang Digunakan SPI
1. Metode diskusi, adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa serta untuk membuat suatu kesimpulan.
2. Metode demonstrasi, adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang proses, satuan atau benda tertentu baik benda yang sebenarnya atau hanya yang bersifat tiruan.
3. Metode tanya jawab, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti yang telah digambarkan diatas, merupakan asas yang penting dalam strategi inkuiri. Melalui proses berpikir yang sistematis seperti diatas diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional dan logis yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.

B. Saran
Strategi pembelajaran inkuiri menekankan pada masalah yang akan dipecahkan dengan mengajukan hipotesis sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif bila guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.







DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Trianto, S.Pd., M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Rabu, 10 Desember 2008

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK MENURUT JEAN PEAGET


1. Teori Jean Peaget mengenai perkembangan kognitif
Hal terpenting yang erat kaitannya dengan anak-anak adalah memahami dunia dan memahami persepsi mereka tentang dunia termasuk dunia yang sangat kompleks serta pemahaman tentang perubahan persepsi mereka selam pertumbuhan dan perkembangan.
2. Proses kognitif
Modifikasi struktur kognitif sebagai hasil proses dan respon terhadap pengalaman, dalam hal ini terjadi penggunaan prinsip organisasi dan adaptasi. Organisasi adalah situasi pengintegrasian dan pengkoordinasian struktur fisik atau struktur psikologis kearah sistem yang lebih kompleks. Sedangkan adaptasi mencakup proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses belajar dimana informasi baru dimasukan atau digabungkan kedalam skemata yang ada tanpa perubahan besar dalam skemata. Sedangkan akomodasi mengacu pada proses belajar dimana skemata yang ada harus dirubah agar skemata tesebut sesuai untuk situasi yang baru.
3. tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Jean Peaget
Peaget mengidentifakasikan empat tahap perkembangan kognitif anak sebagai berikut:
• Tahap Sensorimotor
Pada tahap ini alam pikiran anak masih sangat terbatas sehingga perlu adanya rangsangan dari luar. Tahap ini timbul kesadaran pada anak akan perlunya berbuat sesuatu untuk memperoleh apa yang diinginkan.
• Tahap pra operasional
Perilaku anak tahap pra operasional masih berlandaskan pengalaman yang konkrit seperti pada tahap sensori motorik tapi telah mengalami peningkatan berupa kemampuan untuk memahami tentang penggabunagan, urutan, penggolongan atau klasifikasi.
• Tahapan operasinal konkrit
Kemampuan untuk mengadakan klasifikasi masi bersifat konkrit dalam arti memahami bentuk luar saja, anak operasional konkrit masih sangat membutuhkan benda-benda konkrit dalam perkembangan kemampuan intelektualnya. Proses penting dalam tahapan ini yaitu pengurutan, klasifikasi, decentering, refersibility, konserfasi, penghilangan.
• Tahapan operasional formal
Pada tahap ini anak sudah berpikir abstrak yang meliputi kemampuan berpikir pada tahap operasional sebelumnya, ditambah kemampuan mengintegrasikan dalam struktur berpikir yang baru. Anak sudah berpikir reflektif dan berpikir evaluatif serta dapat mengontrol variabel dari berbagai variabel yang berpengaruh.
• Penerapan Teori Piaget dalam pengajaran IPA di SD
a. belajar melalui perbuatan
b. perlu berbagai fariasi kegiatan dalam proses belajar mengajar.
c. Guru perlu mengenal tingkat perkembangan siswanya.
d. Perlu latihan yang berulang untuk pengembangan berpikir berpikir operasional.
e. Kusus untuk siswa kelas tinggi, agar diberi kesempatan untuk mengembangkan pola berpikir operasional formal.

HAKIKAT SAINS


Hakikat Sains atau IPA ada tiga yaitu
1. IPA sebagai proses
Proses mendapatkan IPA dan untuk memperolehnya harus melalui metode ilmiah.
Tahap atau metode dari proses penelitian atau eksperimen antara lain:
• Observasi adalah menggambarkan suatu objek berdasarkan ciri-cirinya dengan menggunakan semua indra.
• Klasifikasi adalah pengelompokan objek pengamatan berdasarkan perbedaan dan persamaan sifat yang dimiliki.
• Interpretasi adalah menafsirkan data-data yang telah diperoleh melalui kegiatan observasi.
• Prediksi adalah memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola hubungan yang terdapat pada data yang telah diperoleh.
• Hipotesis adalah suatu pernyataan berupa dugaan tentang kenyataan-kenyataan yang terdapat dialam melalui proses perkiraan.
• Mengemndalikan variable adalah mengatur variable sehingga ada perbedaan pada akhir eksperimen adalah benar-benar karena pengaruh variabel yang diteliti.
• Merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen

2. IPA sebagai produk
Adalah hasil yang diperoleh dari pengetahuan IPA yang sistematis. IPA sebagai produk ada 4 antara lain:
• Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan terbukti kebenarannya.
• Konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang saling berhubungan.
• Prinsip adalah kumpulan dari beberapa konsep.
• Teori atau hukum adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima.

3. IPA sebagai sikap ilmiah
Ada beberapa aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak SD antara lain:
• Sikap ingin tahu
• Sikap ingin mendapatkan sesuatu
• Sikap kerja sama
• Sikap tidak putus asa
• Sikap tidak berprasangka
• Sikap mawas diri
• Sikap bertanggungjawab
• Sikap berpikir bebas
• Sikap kedisiplinan diri